Penelitian terhadap penyakit-penyakit menular, kanker paru-paru, tikus-tikus yang tidak diberi tekanan suara, sistem kekebalan tubuh, dan Mycobacterium vaccae (M. vaccae) telah menguak suatu hubungan antara sistem kekebalan dengan depresi. M. vaccae adalah bakteri yang tidak berbahaya yang ditemukan di dalam tanah yang bisa menggantikan Prozac (Fluoxetine hydrochloride, zat anti depresi).
Ahli penyakit kanker, Dr. Mary O'Brien menguji coba sebuah vaksin percobaan yang dibuat dari M. vaccae telah dimatikan kepada pasien kanker paru-paru di Royal Marsden Hospital, London. Kondisi mereka menjadi lebih baik dari segala aspek : misalnya lebih baik dari demam yang menjadi gejala kanker, dan lebih baik dalam emosi dan fungsi kesadaran.
Terinspirasi oleh hasil Dr. O'Brien, Dr. Christopher Lowry dari Bristol University mengeluarkan hipotesa bahwa mungkin M. vaccae dapat mengurangi depresi sebagai akibat adanya produksi serotonin, yaitu sel syaraf pembawa antidepresi di dalam otak. Karena halangan darah otak melindungi kita dari bakteri, bagaimana ini bisa terjadi? Sistem kekebalan ini mempunyai dua macam sel Th yang diaktifkan : Th1 (T helper 1) and Th2 (T helper 2). Sel Th1 menyerang pathogen dalam sel, sementara sel Th2 menyerang pathogen diluar sel. Kadang-kadang Th2 lymphocytes 'lepas tangan', menyebabkan adanya respons kekebalan yang berlebihan atau reaksi alergi terhadap substansi yang tak merugikan. Mereka juga 'campur tangan' dengan kemampuan Th1 melawan infeksi.
Memasukkan M. vaccae, yang mempunyai suatu efek bercabang dua. Pertama, ia mendorong sel-sel T yang dengan segera bekerja mengembalikan keseimbangan antara Th1 dan Th2, mengurangi alergi, penyakit TBC, dan gejala kanker. Kedua, dan ini adalah dimana Dr. Christopher Lowry dan rekannya dari Bristol University memulai, ini mendorong sel-sel bercabang dari organ seperti paru-paru dan jantung hingga sel cytokines yang gaib. Dr. Lowry melacak perilaku cytokines ke organ syaraf sensory, yang mengirim pesan ke bagian inti otak, yang melepas seronin ke dalam pusat emosi. Dr. Lowry menyuntik tikus-tikus dengan M. vaccae. Untuk menemukan tingkat stres mereka, dia meletakkan mereka di air. Tikus yang stress tidak akan berenang. Tikus yang disuntik, berenang dengan senangnya. Kemudian otak tikus-tikus itu diuji untuk melacak pola dari serotonin.
Ada sebuah ungkapan, "Anda harus makan setakaran kotoran sebelum meninggal." Apakah ini berarti Anda harus makan sesuatu yang kotor agar mendapatkan kehidupan yang sehat dan bahagia? Sejumlah orang mengatakannya seperti itu.
Ini bukan studi pertama yang berimplikasi pada kehidupan super higenis, khususnya sebagai anak yang baru mulai berjalan, dengan kesulitan-kesulitan yang datang kemudian. "Studi ini membantu kita memahami bagaimana tubuh berkomunikasi dengan otak dan mengapa sistem kekebalan tubuh yang sehat penting untuk menjaga kesehatan mental. Studi ini juga membiarkan kita mereka-reka apakah kita tidak seharusnya memanfaatkan waktu lebih banyak untuk bermain di lumpur," tutur Dr. Lowrey. [eurekalert/erb/www.hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar