Hidayatullah.com--Agung di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu mengemukakan, korupsi menimbulkan kerusakan yang luas di masyarakat. Karena itu, harus ada tindakan hukuman yang berat agar menimbulkan efek jera bagi pelakunya maupun bagi pihak yang diduga melakukan tindakan itu.
Di negara lain yang semula terdapat korupsi kemudian diberlakukan hukuman berat, termasuk hukuman mati, tingkat korupsinya menurun drastis. Artinya, hukuman mati efektif untuk memberantas korupsi.
Dari segi akibat, tindakan korupsi sangat merugikan masyarakat. Apabila kasus pembunuhan hanya menimbulkan akibat kepada orang atau beberapa orang, maka korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat luas.
"Diharapkan gagasan ini mendapat respons dari kalangan DPR dan pemerintah," kata Agung.
"(Wacana) ini perlu dianggap sesuai sesuatu yang baik karena korupsi yang menimbulkan kerugian dan kerusakan di masyarakat," katanya.
Senada dengan Agung, Ketua FPPP Lukman Hakim Saefuddin juga menyatakan sangat mendukung hukuman mati bagi koruptor.
“Dalam UU, hukuman mati bisa dilakukan. Kami mendukung penuh kalau wacana itu dapat direalisasikan karena akan dapat menjadi efek jera yang nyata,” kata Lukman Hakim Saefuddin.
Menurut anggota Komisi III ini, sebenarnya dalam UU Tipikor juga sudah diatur hukuman mati. Sayangnya, belum begitu tegas mengenai batasan berapa besaran angka korupsi yang harus diberlakukan hukuman mati.
“Dalam UU tipikor kan ada hukuman mati, Saya lupa berapa kriterianya. Yang pasti kalau korupsi dana bencana alam, korupsi di saat krisis dan lain-lain,” terangnya.
Dengan hukuman mati, Lukman meyakini praktek korupsi yang telah menjadi budaya di Indonesia akan dapat dikurangi secara drastis. Hukuman mati juga akan mengajarkan pada masyarakat syok terapi dari praktek korupsi yang menghancurkan itu. [ant/dtc/www.hidayatullah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar